Oleh : Zulzaman
Pada tanggal 3 September 2022 pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi. Hal ini mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat khususnya buruh dan mahasiswa karena dianggap tidak pro rakyat. Rakyat yang baru saja terkena imbas Covid-19 harus menanggung beban baru dengan naiknya harga BBM bersubsidi. Namun tentu ada alasan kuat pemerintah menaikkan harga BBM ditengah-tengah pandemic yang masih melanda.
Kenaikan harga BBM juga didukung dengan bantalan ekonomi yang disiapkan pemerintah yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin untuk mendukung roda perekonomiannya agar tetap bisa berjalan.
Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM maka keuangan negara Indonesia bisa menuju kebangkrutan. Beberapa faktor penyebab naiknya harga BBM bersubsidi adalah adanya konflik Rusia-Ukraina mengakibatkan harga minyak dunia naik cukup drastis, yaitu sekitar 100 dolar AS per barel. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan minyak dari Rusia, sehingga harga minyak dunia semakin naik.
Indonesia yang saat ini merupakan net importer minyak, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, harus membeli minyak dari luar negeri seharga minyak dunia, kemudian menjualnya dengan harga rupiah yang ditetapkan pemerintah.
Harga jual BBM yang ditetapkan pemerintah ternyata lebih rendah dibandingkan harga beli yang ditetapkan dunia. Hal ini membuat negara harus mengalokasikan anggaran untuk menyubsidi kebutuhan BBM dan menanggung selisih harga tersebut. Subsidi yang diberikan pemerintah untuk BBM cukup besar.
Selama kurun waktu lima tahun, pemerintah mengeluarkan anggaran hampir Rp1.300 triliun untuk subsidi. Pada 2020, subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah sekitar Rp209 triliun dan kompensasi lainnya sebesar Rp293 triliun. Artinya, total subsidi energi dan kompensasinya yang ditanggung pemerintah pada tahun itu adalah Rp502 triliun.
Dampak positifnya adalah sistem keuangan negara akan lebih aman dan dan berkelanjutan; mendorong masyarakat untuk lebih berhemat dalam mengonsumsi BBM; serta mengurangi polusi udara sebagai upaya menjaga lingkungan yang lebih sehat.
Lalu bagaimana kita menyikapi kenaikan harga BBM dengan bijak? Berikut beberapa cara yang bisa ditempuh dalam menyikapi pengeluaran yang semakin besar dan berat adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi pengeluaran konsumtif dengan melatih diri membiasakan budaya hemat. Misalkan dengan mengubah gaya hidup kita seperti yang terbiasa jajan di luar diubah dengan memasak sendiri, atau dengan mengurangi jajan di luar. Bagi perokok yang sehari menghabiskan 2 (dua) bungkus rokok menjadi 1 (satu) bungkus atau berhenti sama sekali. Why Not?
2. Memaksimalkan jumlah penumpang dalam satu kendaraan. Bagi yang memiliki kendaraan atau mendapat fasilitas kendaraan bisa buat janjian pergi dan pulang kerja bersama-sama.Pengeluaran harga bensin atau solar bisa lebih ringan jika ditanggung bersama-sama. Mulai dipikir-pikir lagi deh jika kita ingin menambah kendaraan.
3. Menggunakan moda transportasi non BBM, misalkan sewaktu-waktu bisa dengan bersepeda atau berjalan kaki bagi yang masih kuat dan bugar. Selain bisa menghemat pengeluaran juga membuat tubuh kita mejadi sehat dan bugar.
4. Usahakan mengurangi kegiatan keluar rumah untuk urusan yang tidak penting. Misalkan mengatur waktu belanja atau rekreasi yang lebih berkualitas. Perbanyak pertemuan dengan anggota keluarga. Semakin sering kita meluangkan waktu dengan keluarga semakin baik hubungan bathin dan komunikasi anggota keluarga.
Oleh sebab itu Bung Zul menyampaikan bahwa kita perlu melihat secara cermat tujuan dan dasar dari pemerintah menaikkan harga BBM, yakni untuk menjamin kesinambungan perekonomian dan pembangunan Indonesia berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.